aku berada di ruang ini dengan cinta, agar kau kenang nantinya, bahwa cinta punya ruang dan dimensi...
REFLEKSI JELANG 1/4 ABAD
ku ukir presisi,
di usia yang kian hari kian menepi.
1/4 abad kehidupan aku jalani dengan rasa yang bermacam warna,
suka, duka yang biasa dan cinta yang luar biasa.
terima kasih yang tak hingga untukMu,
yang senantiasa memberi waktu,
berjumpa denganMu meski dengan menyeret kaki,
berkumal dengki dan iri,
Tuhan,
telah kurasai kesendirian dalam keramaian,
dalam cinta dan perasaan,
maka...
aku bermohon padaMu,
ketika senja telah sempurna menggamit malam,
yang ku yakini tak ada batasan Engkau dengan diriku.
Perkenankanlah kuisi hari ku nanti senantiasa mengingatiMu,
menapaki setiap jalanMu, meski berliku,
Karuniakanlah aku cinta padaMu, kecintaan yang tiada lagi selainMu,
Karuniakanlah aku ketakukan padaMu, ketakutan yang tiada lagi selainMu,
Tuhan,
aku ini kerdil sekali,
1/4 abad kehidupan ku jalani dalam kesombongan yang sempurna,
dalam dosa dan prasangka yang tiada habisnya,
aku bermohon padaMu,
maafMu,
kemarin dan sebelumnya,
hari ini yang sepenuhnya,
esok hari untuk selama-lamanya... amiinnn.
SURAT UNTUK IBU,
dengan semua warna pelangi
ku gores surat untukmu ibu
aku ingin dengan surat ini
kau bisa berikan senyum lembutmu
di hamparan jagat langit malam ini
sebelum aku tertidur
sudah hampir penuh halaman
ku tulis surat ini untuk kupersembahkan
hanya padamu ibu
tapi entah mengapa meski seluruh jengkal
tubuhku bergetar saat menulis,
hanya satu kata yang selalu sama
tertulis di seluruh baris surat ini
: Rindu
..........
KETIKA TASBIH BERPUTAR DALAM DZIKIR,
WIRID BERTABURAN MEMENUHI RUANG,
DAN KAU TERSENYUM DI PENANGGALAN...
DI UJUNG WIRID,
TIBA-TIBA KAU TURUN DARI KALENDER,
MENYATU DALAM DIRIKU,
YANG LULUH KEDALAM DIRIMU...
SELANJUTNYA SEMESTA RUNTUH,
MENGGUMPAL DALAM HITUNGAN TASBIHKU...
KETIKA,
JIWA TERTIDUR,
YANG DEKAT SELALU TERASA JAUH,
PADAHAL DIA SELALU DEKAT,
DI BILIK HATI KITA SENDIRI....
APA KABAR KEKASIH...
Air mata berbulu api memang benar sedang menjadi hujan.
Ada yang ingin kutahu, bagaimanakah pohon istighfarku.
Sudah lama tak pernah kujaga.
Rumbai-rumbai kesombongan berkacak pinggang dimuka angin membuatku menunggu daun-daun yang jatuh.
Barangkali disana ada takdir yang ingin berucap salam... apa kabar kekasih...
by. Lintang Sugianto
HATIKU SELEMBAR DAUN
Sajak Palsu
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.
1998