Satu malam, pada sepuluh malam terakhir ramadhan, HP miliku lowbat dan mati.
Udara mempersiapkan hadirnya tamu agung, di biaskannya mata manusia, dengan mendung kelam. Kemudian rahmat hinggap, mengguyur harum tanah, menyebar sejuk suasana. Mesti tak lebat. Hanya jarum yang berjatuhan.
Rembulan separuh nampan tampak cantik semalam, gemingtangpung sangat elok berkelipan, kemudian angin alpa, semua makhluk kecuali manusia, tertunduk...
Pagi ini,
aku saksikan sendiri, matahari putih berseri, hangat menyelimuti,
udara semalaman tak berasa, tidak dingin, tidak panas.
Tuhan,
hari ini sejuk sekali,
apakah malam tadi, malam yang dinanti,
malam pengantin muda untuk memisah ranjangnya,
malam suami, untuk berpisah dari istri yang sebelumnya di percik air agar terbangun,
malam penuh perhitungan manusia,
agar mereka berlama-lama berjaga,
mengeja dengan seksama, indah ibadah, merdu tilawah,
tapi, tuhan,
malam tadi aku tertidur, pulas sekali,
nafsuku terlalu asik untuk ku bangunkan,
aku menyesal tuhan,
menurutinya hingga kepagian.
Tuhan,
1000 bulan, mungkinkah ku dapatkan,
dalam keterbatasan,
dalam ketidaksiapan,
dalam ibadah yang penuh kekurangan,
dalam hati yang penuh intrik dan guyonan,
pada dosa-dosa yang teramat lelah aku pikulkan.
Kalaulah malam tadi lailatul qadr, sesuai dengan ciri-cirinya,
maka, aku menyesal,
mengapa tak ku sudahi saja malasku 1 malam,
demi 30.000 malam,
Tuhan,
betapa bodohnya ku ini,
lailatul qadr malam tadi,
harus aku lewatkan tanpa semedi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar