rumah kardus dan bunga kertas

rumah tinggalku berbentuk kotak, berdinding suka berlantai cinta, atapnya terbuat dari jerami cerita yang ketika malam saat aku tidur di ranjang asmara kulihat cerita cerita tentang perjuangan para pendahulu, ada jendela dekat tempat tidurku, jendela yang selalu ku biarkan terbuka, menghadap ketimur, jika malam, rembulan selalu menemani ku bermimpi, saat siang, matahari menghangatkan tubuhku sehabis mandi...
rumahku berbentuk kotak, berpintu tawa, ketika diketuk, otomatis pintu itu akan senantiasa memberikan kebahagiaan.
rumahku rumah kardus, berbentuk kotak persegi, tanpa televisi, tanpa radio dan alat komunikasi.
halaman rumahku luas sekali,
rumputnya terbuat dari jerami semangat, bunganya bunga-bunga kertas yang kususun sehabis menggenapkan hari, bunga-bunga kertas itu kubuat berwarna warni, kusiram dengan wangi wangi, sungguh indah dan berseri.
datanglah kerumahku saat hari tidak gelap dan tidak terang, datanglah dengan membawa sukacita, tanpa buah tangan, tanpa sengketa hutang.
rumahku rumah kardus, memiliki taman bunga kertas, aku bahagia tinggal disana, selamanya....

perubahan...

"..."perubahan" ada beberapa orang yang bilang aku mengalami situasi tersebut, tidak sedikit juga yang salah paham mengenai alasan dibalik perubahan tersebut... sedihnya...".."

kututup inbox,
penasaran,
kubuka lagi,
kubaca lagi, huruf demi huruf...

"perubahan" ??!!#@?

tidak ada satupun yang abadi di dunia ini, selain perubahan, ya...perubahan, seyogyanya manusia selalu berubah, selama manusia itu hidup,
ketika mati, manusia meninggalkan perubahan, tetapi perubahan itu tetap berjalan, tetap bernafas, tetap hidup mengejar manusia lain, mengejar semesta,
bukankah kita selalu melihat perubahan setiap saat,
ketika matahari muncul kepermukaan timur, terus bergelincir, menerik, tenggelam, kadang di selingi hujan, awan yang berarakan, atau mati di telan malam...
semua adalah perubahan...
pun ketika bayi, kecil, lucu dan lugu, kemudian merambat tumbuh, menjadi balita, anak kecil, remaja, dewasa, tua...
semua berubah, meski kadang kala kematian memutuskan perubahan itu,
manusia selalu berubah, sebaik-baik perubahan adalah berubah kepada arah yang lebih baik, dan tetap istiqomah dalam kebaikan tersebut.

sang empunya perubahan yang maha abadi akan tetap pada keabadiannya, tidak berubah sedikitpun janjiNya kepada manusia-manusia yang datang padanya dalam keadaan terbaik, Tuhan selalu memberikan kesempatan kepada manusianya untuk berubah, untuk berbenah.

maka marilah berubahlah, selagi masih diberi kesempatan !!!

risau kata ....

kubenahi dulu posisi dudukku dekat jendela, dengan gorden merah jambu yang masih harum loundry, agar angin semilir berhembus padaku,
dengan getir kucoba menata ulang tiap kata yang meluncur dari tuts keyboard komputer kesayanganku,
kata-kata itu berserakan, jatuh kelantai, terbentur kaki meja sebelah kanan, tepantul ke dinding, jatuh di pot bunga mati dan pot payung belakang pintu, kata itu terus melompak-lompat mengenai mistarku, dindin kamarku, ke dalam selimut, gantungan baju, kata itu mencoba keluar kamar, tapi gagal,
jendelaku berkaca nako terbuka sipit, kata tak berani menantang matahari,
tak habis akal, kata menghampiriku, menggelitik telapak kakiku, menendang betisku, terus menaik, sampai ke jantung, sampai kehati...
kata tak berani menusuk belati, meski ia memegangnya keras sekali,
kata, mengalir dalam darah, berdenyut dalam jantung dan nadi, bergemuruh dalam angan dan fikiran, kata sepi, kata risau, kata menjadi manusia...

imagine

kalau saja aku bisa minta yang bukan-bukan, aku ingin sekali kembali kemasa itu, dimana ada kehangatan dirimu, dalam perlindunganmu, kasih sayangmu, yang utuh, yang tidak bisa diberikan manusia lain selainmu...

kasih sayangmu yang membuatku sehat, cerdas karena kau ajarkan aku mengenal senja, mengenal seluruh alam raya yang berputar disekelilingku, kasih sayangmu yang menjadikan siang terik terasa sejuk, yang menjadikan malam dingin menjadi hangat, melupakan cita-cita, menghilangkan rasa cinta, yang ada hanya engkau dalam mimpi dan nyata, Maha Agung Engkau Tuhan yang menciptakan dirinya...

aku ingin kembali tiada rasa dosa, tiada rasa berpahala, aku ingin suci seperti dulu bersama dirimu, kau gendong aku lagi, kau tuntun aku lagi, kau berikan aku minuman tersehat dan hangat, kau berikan aku makanan sehat terlezat, dan kau sebut namaku setiap malam dan selalu dalam do'a dan rasa yang tak jemu...

yang.... hari ini hujan

yang, hari ini debu-debu sudah tidak berterbangan lagi, semoga juga debu-debu di hati ini sedemikian adanya, tidak menggumpal, tidak juga tercampur pada jernihnya hati ini.

yang, hari ini awan-awan kelabu hadir menutupi matahari, dingin menyelimuti, semoga saja awan-awan itu tak hinggap dihati, meskipun sedih, tapi biarlah dingin saja yang ada, menyaksikan kegundahan hati.

yang, akhirnya, air itu meluncur juga, menamatkan kerinduan bunga-bunga ditaman hatiku dan hatimu, mentakhirkan sakit, merambah hidup pada semesta,

yang, mari kita bersama, bersyukur pada yang punya hujan itu, kita saling bergenggaman tangan kini, kita berlari telanjang kaki, kita bermandi dikucuran air pelangi, kita bersenang-senang di sana, kita tinggalkan semedi sedih,
yang, tanganmu goyang,
apakah dingin menyerangmu ?
bukankah itu yang kau mau,
mari kuhangatkan bersama Tuhan,

yang,
tanahmu memerah, rumput itu mulai tumbuh yang,
yang,
engkau cuma bayang,
bahagialah engkau yang,
terbanglah bersama hujan yang sangat kau rindukan,
karena hujan tahun ini, akan membawamu ke tempatnya bidadari,
to be with you,
to be free...

Perkenankanlah aku mencintaimu
seperti ini
tanpa kekecewaan yang berarti
harapan-harapan yang setiap kali dikecewakan kenyataan
biarlah dibayar oleh harapan-harapan baru yang menjanjikan

Perkenankanlah aku mencintaimu semampuku
menyebut-nyebut namamu dalam kesendirian pun lumayan
berdiri di depan pintumu tanpa harapan kau membukakannya pun terasa nyaman
sekali-kali membayangkan kau memperhatikankupun cukup memuaskan
perkenankanlah aku mencintaimu sebisaku

indonesian remind....

satu abad sudah kebangkitan itu di rengkuh, 80 tahun pemuda bersumpah atas nama, 63 tahun kemerdekaan telah di proklamirkan, 10 tahun reformasi dijalani, semua berjalan dengan sekuat tenaga, dengan keringat, dengan darah, dengan airmata, dengan do'a dan pengharapan, dengan semangat, dengan segala-galanya...
maka mari berfikir,
bagaimana masa depan bangsa kedepan,
ditengah gemuruh ketidakpastian;
polemik politik, kian hari kian menggelitik.
bangsa kita punya banyak orang pintar yang bisa jadi pemimpin tenar,
presiden !
menjual lidah dan isi perut,
menggadaikan kekayaan negara--privatisasi--
menggolkan kepentingan-kepentingan, sikut kiri sikut kanan,
halal haram, bukan peraturan,
atas nama kebebasan,
bangsa kita, punya banyak pemuda,
pemuda linglung, pemuda anjing peradaban, komsumerisme-mall menjadi central budaya (museum sepi, perpusatakaan kehilangan lelakinya), inklusif-nge-game, brush, berjam-jam, berhari-hari, bersenang-senang, pengikut syahwat dan kemoderenan (katanya)-pacaran-ciuman-setubuhan-sepanjang jalan, sepelosok taman, panti, bahkan rumah sendiri, nilai-nilai runtuh, agama ? cuma sekedar kata, atas nama berhala “kebebasan”,
----- bersambung ------

7 hari menuju perubahan

semua harus berubah,
semesta mesti berbenah,
tapi aku lupa, Tuhan,
apa yang mesti aku rubah ?
bukankah selama ini aku sudah berubah ?
makin gila dengan dunia ?
idealisme yang musnah ?
tanpa darah, tanpa airmata,
kugadaikan nilai-nilai,
Tuhan,
bantu aku berubah,
aku masih memerlukanMu...
hari ini, esok dan seterusnya !!!

untuk sebuah nama .... ALVA

siang tadi adalah hari terakhir aku melihatnya, meski tubuhnya terbungkus, putih.
siang terik itupun membuat bintang menangis, menaburkan bebunga semerbak dan wangi mawar berair.
sebuah nama, ketika selasa lalu ku panggil, alva, tidak hadir, dan kutulis, alva, pada buku kehadiran manusia remaja.
hari ini, alva, tidak hadir,
alva untuk selamanya...

segenapnya berduka,
segenapnya sedih senja,
segenapnya kembali memutar memoar pagi bersama sang alva, tentang kacamatanya yang luarbiasa, tentang rambutnya yang tak bisa berbaring, tentang segala-galanya...
tentang cintanya, yang masih di ukir bersama ego dan asanya.
tentang cita-citanya, yang masih rabun diraba-raba.

untuk sebuah nama....ALVA

kutulis resensi untuknya, untuk kematiannya saat usianya belum sempurna.

sahabat,
kita jadikan hikmah atas rasa kehilangan saudara kita semua, bahwasanya kematian tidak mengenal kasta, tak mengenal jabatan ataupun keperkasaan, tidak pula mengenal usia, tua ataupun muda.
kematiannya bukan akhir jalan hidupnya, tetapi adalah awal perjalanannya menuju keabadian.
do'akanlah agar dia lancar meniti jalan terakhirnya disana, dimana manusia seperti kita tidak bisa mengeja hidup dalam keterbatasan dimensi, ruang dan waktu.

sahabat,
suatu saat, kita pasti seperti dia, kembali padaNya.
betapapun, marilah kita persiapkan perjalanan itu, perjalanan penuh rindu, perjalanan waktu, siap tidak siap, suka tidak suka,
betapapun, Allah memiliki catatan tersendiri untuk kita semua, dan hari ini Allah mencatat untuk sebuah nama, ALVA, saudara kita semua kembali padaNya dalam keadaan belia.


--pemakaman tanah merah, bumi malaka 16-10-08--

untuk sebuah nama .... ALVA

Rindu Ramadhan, Rindu Rasa, Rindu Rupa

dia pergi,
yang menangis bukan hanya jiwa ini,
tapi matahari,
langit dan semua isi,
seluruh yang ada di bumi,

dia pergi,

membawa berjuta kenangan,
membawa kerinduan,